Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan
Pernahkan kalian merasa ragu-ragu? Yakinlah, pasti semua orang pernah merasakanya.
Apa yang harus dilakukan ketika dilanda rasa ragu? Pembuktian!
Pembuktian dibutuhkan ketika kita ragu akan suatu kebenaran. Siapa sih yang mau dicintai tanpa ada pembuktian terhadap cinta itu? Saya pikir tidak ada yang mau (hehehe)
Ya, pembuktian menjadi sesuatu hal yang sangat penting, apalagi dalam dunia kesehatan. Apakah Anda tahu, dalam menulisakan resep obat, dokter/dokter gigi tidak asal memberikan obat jika belum diketahui bukti ilmiah (evidence based medicine) dari obat tersebut? Dan itu sudah ada dalam peraturan dalam bentuk Undang-Undang.
Praktik kedokteran memiliki payung hukum di bawah UU No.29 tahun 2004. Pasal 44 ayat 1 mengamanatkan bahwa dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi.
Pasal 51 huruf a mengamanatkan bahwa dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik wajib memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
Tahu kan betapa telitinya tenaga kesehatan bekerjasama dalam menyembuhkan pasien. Penjabaran lebih rinci mengenai standar pelayanan kedokteran ini diterjemahkan dalam Permenkes No.1438 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran, yang secara prinsip menganut filosofi evidence base medicine.
Ada tidaknya evidence based medicine (EBM) dari Obat Tradisional ini secara tidak langsung mengecilkan peluang Jamu untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan secara resmi. Oleh karena itu, berkembanglah usaha untuk mendapatkan bukti ilmiah dari Jamu.
Usaha pembuktian tersebut tertuang dalam Saintifikasi Jamu yaitu pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
Saintifikasi Jamu ini menjembatani amanah UU No. 36 tahun 2009 dan juga amanah Presiden RI tentang pengembangan Jamu Indonesia dengan UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Saintifikasi Jamu tersebut memiliki beberapa tujuan yaitu (1) memberikan landasan bukti ilmiah (evidence base) penggunaan Jamu melalui penelitian berbasis pelayanan, (2) mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, (3) meningkatkan penyediaan Jamu yang aman dan berkhasiat teruji secara ilmiah, baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Program Saintifikasi Jamu yang menggunakan pendekatan penelitian berbasis pelayanan, merupakan suatu terobosan (breakthrough) dalam rangka mempercepat penelitian Jamu di sisi hilir (sisi pelayanan).
Sebagaimana kita ketahui penelitian terkait Jamu (tanaman obat Indonesia) sudah banyak sekali dikerjakan di sisi hulu, yakni penelitian terkait budidaya dan studi pre-klinik, baik in-vitro maupun in-vivo (uji hewan).
Sementara uji klinik pada manusia terkait khasiat dan kemanan masih sangat terbatas (Badan Litbang Kesehatan, 2011).
Dalam program Saintifikasi Jamu, di samping penelitiannya sendiri, yang krusial adalah pengembangan infrastruktur jejaring dokter Saintifikasi Jamu (dokter SJ), yang berfungsi sebagai jejaring penelitian berbasis pelayanan.
Dengan pengembangan infrastruktur jejaring dokter SJ maka akan berkembang ujung tombak pelaku uji klinis jamu, sehingga penelitian di sisi hilir dapat diakselerasi.
Sebagaimana dimaklumi, bahwa dua hal penting untuk dapat berjalannya penelitian klinis (termasuk uji klinis) adalah adanya himpunan pasien (subjek) dan himpunan peneliti.
The crucial points of clinical research, there must be available the pooling patients and the pooling of researchers (Goh Pik Pin, 2010).
Dengan adanya jejajaring dokter SJ, baik praktik mandiri, praktik di puskesmas, maupun praktik di poli komplementer dan alternatif rumah sakit, maka akan dapat disediakan pasien sebagai subjek penelitian uji klinik jamu dan juga dokter peneliti jamu (alumni dokter SJ).
Referensi
Badan Litbang Kesehatan, Metodologi Saintifikasi Jamu untuk Evaluasi Keamanan dan Kemanfaatan Jamu, Badan Litbang Kesehatan, 2011.
Goh Pik Pin, The Clinical Research Center, Ministry of Health Malaysia (Presentation Material), Clinical Research Center, NIH Malaysia, 2010.
Siswanto, 2012, Saintifikasi Jamu sebagai Upaya Terobosan untuk Mendapatkan Bukti Ilmiah tentang Manfaat dan Keamanan Jamu, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol.15, p.203-211.
0 komentar:
Posting Komentar