Laman

Jumat, 03 November 2017

JAMU: Warisan Budaya Bangsa Indonesia (Pendahuluan)

Pegagan (Centella asiatica), Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb), Sambiloto (Andrographis paniculata), Kencur (Kaempferia galangal), dan Jahe (Zingiber officinale), adalah lima tumbuhan unggul untuk Jamu (Saerang, 2009)


Rempah-rempah
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar ke dua di dunia, mengikuti hutan hujan Amazon di Brazil, diungkapkan dengan adanya jumlah yang tinggi tumbuhan obat asli (indigenous) Indonesia. Berdasarkan sumber kekayaan ini, penggunaan tumbuhan obat sangatlah penting. Di daerah pedesaan bahkan tumbuhan obat menjadi pilihan pertama/ the first choice dalam pengobatan suatu penyakit. Sebagian besar penduduk Indonesia telah menggunakan obat-obatan herbal tradisional yang lebih popular disebut sebagai Jamu.

Jamu berasal dari Bahasa Jawa, yakni kata djampi dan oesodo. Djampi berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa atau aji-aji, sedangkan usodo berarti kesehatan. Jamu sudah dikenal berabad-abad di Indonesia, pertama kali dalam lingkungan Keraton atau Istana, yaitu Kesultanan Djogjakarta dan Kasunanan Surakarta. Zaman dulu, resep jamu hanya dikenal di kalangan Keraton dan tidak diperbolehkan ke luar di masyarakat. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, orang-orang di lingkungan Keraton, mulai mengajarkan peracikan Jamu kepada masyarakat di luar Keraton sehingga Jamu berkembang sampai saat ini, tidak saja hanya di Indonesia, tetapi sampai ke luar negeri. Tahun 1900, banyak bermunculan industri jamu di Indonesia. Mereka meracik Jamu dengan bahan-bahan berkualitas tinggi dan higienis dengan menggunakan lima tanaman unggul, yakni Pegagan (Centella asiatica), Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb), Sambiloto (Andrographis paniculata), Kencur (Kaempferia galangal), dan Jahe (Zingiber officinale), yang nantinya akan digunakan menjadi bahan jamu yang dapat mengatasi berbagai macam penyakit (Saerang, 2009).
Simplisia Tanaman Obat


Hari ini, Jamu telah diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia dengan arti yang sama yaitu Jamu (Riswan dan Roemantyo, 2002). Saat ini Jamu sedang dikembangkan dari penanganan tradisional menjadi industrial (skala lebih besar). Tetapi bagaimanapun, Jamu masih kurang popular seperti obat tradisional di negara lainnya, misalnya China dengan Tradtional Chinese Medicine (TCM), Jepang dengan Kampo, dan India dengan Ayurveda.

Jamu Gendong adalah jenis jamu tradisional yang dijual tanpa label, dan baru disiapkan (tanpa pengawetan) dari bahan tumbuhan di warung, kios-kios sepanjang jalan di Indonesia (Limyati dan Juniar, 1998; Suharmiati, 2003). Jamu Gendong disajikan langsung kepada siapa yang memesannya. Penjual harus membawa Jamu dari pintu ke pintu (door to door). Kata “gendong” itu sendiri artinya yaitu membawa sesuatu di belakang tubuh/punggung. Jamu segar diletakkan dalam setiap botol di bamboo atau keranjang rotan. Dan mereka menggunakan shal panjang lebar yang disebut selendang untuk membawa keranjang di bagian belakang (Risman dan Roemantyo, 2002).



 Referensi:

Saerang, C., 2009, Jamu, antara Realitas dan Tantangan Masa Depan, www.alumni-ipb.or.id, Bogor.

Riswan, S., dan Roemantyo, H.S., 2002, Jamu as Tradicional Medicine in Java. South Pacific Study, Vol.23 No.1, 1-10
Lokasi: Sleman Regency, Special Region of Yogyakarta, Indonesia